Selasa, 10 November 2009

Gatolotjo

ringi oleh enam muridnya bermaksud mengadakan perjalanan menuju Pondok Pesantren Tjepekan. Di tengah jalan mereka dihadang oleh sesosok manusia. Tubuhnya pendek kecil, rambutnya keriting, wajahnya kusam, hidungnya pesek, mulut kecil, giginya menonjol keluar dan putih, perutnya melembung dan pantat
menggantung
, kulitnya bersisik gelap, dan masih banyak bentuk-bentuk yang menjijikan yang ditemui dari kondisi fisik orang ini. Orang inilah yang bernama Gatolotjo. Para Kyai Rejasari beserta muridnya yang melihat kondisi fisik Gatolotjo lantas mencaci maki hingga menyamakannya dengan iblis atau setan. Hal tersebut membuat Gatolotjo gerah dan mengajak debat rombongan santri tadi. Akhirnya Gatolotjo memberikan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat ditanggapi dan dibantah oleh rombongan santri tadi. Rombongan santri akhirnya kewalahan dan menlanjutkan perjalanan ke Pondok Pesantren Tjepekan.
Hingga sepak terjang dari Gatolotjo tadi terdengar ke Pondok Pesantren Tjepekan. Semua hal memalukan yang telah dialami oleh rombongan santri tadi diceritakan kepada kyai Hasan Besari yang merupakan petinggi dari Pondok Pesantren Tjepekan. Saat berdebat dengan Gatolotjo, Kyai Hasan Besari dibuat kewalahan dengan argumentasi Gatolotjo yang seolah-olah memojokan aturan-aturan agama Islam. Segala dogma agama Islam seperti shalat, adanya surga dan neraka, hingga kitab suci dapat dibantah dengan lugas dan nakal. Pada akhirnya seluruh santri Pondok Tjepekan dibuat kewalahan oleh tingkah laku Gatolotjo dalam berdebat. Begitulah Gatolotjo, dimanapun ia pergi ia selalu mengajak debat dan membuat keributan.
Buku dari Tafsir Gatolotjo ini sungguh sangat menarik untuk dibaca. Tetapi jika tidak dikritisi secara mendalam, akan dengan mudah menggugah emosi di kalangan agama khususnya agama Islam. Bagaimana tidak, buku ini sangat blak-blakan menilai ibadah agama Islam yang merupakan ibadah ritual semata tanpa melibatkan rohaninya. Hal tersebut ditunjukan dengan kutipan dari buku tersebut. “Malah sekarang kamu banyak berbuat keliru dalam menerima dan mendatangi asalnya waktu. Seperti Subuh, Dhuhur dan Asar, Maghrib serta Isya. Sesungguhnya tidak berguna hidup mempunyai hidung dan mengetahui waktu. Sebab jika demikian, maka kamu itu hanya menyembah waktu. Tidak meyembah pada Yang Membuat Waktu.” Mungkin hal tersebutlah yang membuat buku ini sempat tidak diedarkan kepada masyarakat beberapa waktu lalu. Maka sangat dibutuhkan objektifitas yang tinggi dalam menelusuri makna dari buku ini agar dihasilkan sebuah paradigma baru yang membuat oknum yang terlibat menjadi bertambah dewasa. Bukanya terjebak dalam sebuah perangkap imajinasi yang sengaja dibuat oleh pengarangnya itu.
Dilihat dari aspek teologis, buku ini berusaha mencampuradukan perspektif Ketuhanan dari berbagai ajaran agama. Kadang-kadang sang pengarang menyebut Gusti Allah, kadang juga menyebut Hyang Widi ataupun kata Hyang Agung. Sepertinya penulisan yang merujuk pada kata Tuhan yang dipengaruhi oleh realitas yang terjadi di Jawa pada masa Islam (Tengah) dimana terjadi transisi agama yang begitu kabur dari Hindu ke Islam.
Dilihat dari segi budaya, segala bentuk kebiasaan yang terjadi lingkungan pesantren dikupas dalam buku ini. Misalnya saja kebiasaan para santri yang selalu mengikuti apa yang diucapkan oleh Kyainya. Hal inilah yang sengaja disajikan oleh pengarang bahwa pesantren yang identik dengan Islam dipengaruhi oleh simbolisasi seorang Kyai. Tampaknya memang benar jika buku ini dapat menumbuhkan emosi di kalangan Islam radikal yang lingkungan keagamaannya biasanya adalah pondok pesantren.
Dilihat dari segi alur cerita, perdebatan sepertinya mendominasi jalannya cerita. Hal ini ditunjukan oleh banyaknya perdebatan antara Gatolotjo dengan kalangan santri sehingga unsur naratif yang kebanyakan mendominasi sebuah cerita tidak ditemukan dalam buku karena buku ini lebih mengisahkan cerita yang berbau filosofis. Maka dibutuhkan wawasan yang luas dan daya kritis yang tinggi untuk membacanya. Kandungan-kandungan filosofis itu sendiri lebih banyak ditemukan dalam perdebatan-perdebatan.
Setelah menyimak kandungan cerita ini pada akhirnya akan memunculkan dua pendapat yang berbeda, yaitu positive thinking dan negative thinking. Jika disikapi secara positive thinking berarti Serat Gatolotjo ini dapat membangun umat Islam untuk lebih dewasa. Sedangkan jika disikapi secara negative thinking berarti Serat Gatolotjo ini menyerang umat Islam. Jika Serat ini diperlakukan sebagai sebuah karya yang membangun, maka Serat ini dapat digunakan sebagai referensi untuk mawas diri alias instropeksi agar pemahaman pemabaca untuk ke depan lebih baik. Tetapi jika diperlakukan sebagai sebuah karya yang menyerang sebuah oknum agama, maka tidak ada gunanya membaca buku karena hanya akan menimbulkan masalah. Pada akhirnya pembaca sendirilah yang akan menentukan pilihan atau mungkin memiliki pemahaman sendiri dalam membacanya. Jadi jangan sampai hanya oleh sebuah karya imajinatif sebuah umat akan mengalami perpecahan.

Kamis, 14 Mei 2009

Feodalisme Jepang

A. Awal Lahirnya Zaman Feodalisme Jepang
Awal permulaan feodalisme Jepang dimulai dengan kemenangan Minamoto yang mengakhiri masa kekaisaran sebagai sumber kuasa politik yang efektif dan permulaan dari tujuh abad penguasaan feodal di bawah suatu deretan shogun. Maka pada tahun 1192, Yoritomo, pemimpin keluarga Minamoto yang menjadi pemenang mendirikan keshogunan atau pemerintahan militer di Kamakura, dekat Tokyo sekarang, dan mengambil alih beberapa kekuasaan administratif yang tadinya dipegang oleh para Kaisar di Kyoto. Sebagai reaksi terhadap apa yang dianggap kemerosotan Kyoto dalam pengabdiannya terhadap kesenian perdamaian, keshogunan di Kamakura menganjurkan kesederhanaan dan latihan bela diri. Masa Kamakura adalah suatu era dimana berlaku bushido (cara samurai atau kesatriaan Jepang).

B. Pemerintahan Para Kaisar Beserta Keluarganya
Tahun 1213 pemerintahan dipindahkan dari pihak Minamoto ke pihak Hojo, yaitu keluarga istri Yoritomo. Mereka memegang pemerintahan di Kamakura sampai 1333. Untuk memperkuat kedudukannya Yoritomo menempuh cara sebagai berikut:
1. Mengadakan jabatan-jabatan baru seperti:
a. Shugo, bertugas sebagai polisi dan militer
b. Jito, bertugas sebagai pengurus tanah dan memungut pajak
2. Membentuk pemerintahan Bakufu
Organisasi pemerintahan militer tersebut di Jepang disebut “Bakufu”. Sebagai pemimpinnya adalah Yoritomo yang pada tahun 1192 memakai gelar “shogun”. Mio You Lan menyatakan bahwa pada tahun 1192 Yoritomo diangkat menjadi “Sei-i-tai-shogun” yang berarti “Jenderalismo penakluk suku timur”. Kata shogun sebenarnya berarti jenderalismo atau pemimpin tentara tertinggi, akan tetapi kemudian nama itu mempunyai arti baru “diktator militer”. Dengan demikian di Jepang muncullah Duel Government (dualisme dalam pemerintahan) yakni:
a. Pemerintahan sipil, yang berkedudukan di Kyoto dengan Kaisar sebagai kepala pemerintahan.
b. Pemerintahan militer, yang berkedudukan di Kamakura dengan Shogun sebagai kepala pemerintahan.
Pada periode ini, Mongol menyerang Kyushu bagian utara dua kali, yaitu tahun 1274 dan 1281. Meskipun senjatanya lebih rendah, pasukan Jepang masih dapat mempertahankan medan perang dan mencegah penyerang masuk ke dalam. Pada akhirnya pasukan Mongol mengundurkan diri dari penyerangan akibat badai taufan yang mengamuk dua kali tepat pada waktu serangan itu dilakukan.

C. Jepang di Bawah Kekuasaan Pemimpin-pemimpin Militer
Pemerintahan yang pulih dalam waktu yang singkat antara tahun 1333 hingga 1338 dilanjutkan dengan pemerintahan militer model baru. Pemerintahan ini didirikan oleh keluarga Ashikaga di Muromachi di Kyoto. Masa Muromachi berlangsung selama lebih dari dua abad, yaitu dari tahun 1338 sampai tahun 1573. Selama periode ini, disiplin bushido yang keras tampak dalam kegiatan estetika dan agama dan menanamkan kekhasannya secara lestari pada kesnian Jepang. Kekhasannya tampak dalam citarasa klasik yang terkekang dan sederhana. Selama berkuasa selama dua abad, keshogunan di Muromachi mendapat tantangan terhadap kekuasaannya kelompok-kelompok saingan di daerah-daerah lain di negeri itu. Menjelang akhir abad keenambelas, Jepang terpecah-belah oleh perang saudara dimana penguasa-penguasa daerah bertempur merebut supremasi.
Kekacauan pun tidak terjadi berlarut-larut. Ketertiban pun dipulihkan kembali leh Jenderal besar Tootomi Hideyoshi pada tahun 1590. Pada tahun 1592 dan 1597 Hideyoshi melakukan melakukan dua kali invasi ke Korea yang kedua-duanya akhirnya gagal menghadapi perlawanan Korea dan Cina. Usahanya dalam mendamaikan dan mempersatukan Jepang dikukuhkan oleh Tokugawa Ieyashu, pendiri keshogunan Tokugawa. Selama masa peralihan perang saudara inilah banyak puri Jepang yang sangat termasyur dibangun. Iyeyashu Tokugawa adalah orang yang mengorganisir pemerintahan Shogunate.
Usaha-usaha Iyeyashu untuk mempertahankan kedudukan ini, dilakukan dengan cara antara lain:
1. Ia mengangkat dirinya sebagai shogun pada tahun 1603, sehingga ia merupakan pucuk pimpinan dari semua kaum feodal militer.
2. Ia menempatkan pusat kegiatan politikny di Yedo.
3. Ia mengelilingi Yedo dengan fief-fief (tanah-tanah pinjaman milik kaum feodal) yang dikuasai oleh keluarga Tokugawa.
4. Kedudukan-kedudukan yang penting dalam pemerintahan diberikan kepada tokoh-tokoh atau keluarga Tokugawa yang dapat dipercaya.
5. Di kota-kota yang penting ditempatkan pejabat-pejabat yang pada waktu tertentu harus mempertanggung jawabkan keadaan daerah tersebut kepada Shogun.
6. Jalan antara Kyoto-Yedo dijaga dengan ketat, maksudnya jangan sampai kaisar berhubungan dengan dunia luar. Sedangkan sikapnya terhadap kaisar, kaisar tidak diberi kesempatan untuk ikut campur tangan dalam pemerintahan. Hingga secara resmi kaisar masih tetap ada, namun prakteknya kaisar tidaklah lebih dari boneka biasa.
Keluarga Tokugawa semula membuka hubungan dengan bangsa-bangsa Eropa dan mengijinkan para missionaris Kristen menyebarkan agamanya di seluruh negeri. Lambat laun kehidupan ini berubah, bahkan akhirny mmusuhi agama Kristen. Kaum Kristen ditindas, dikejar-kejar dan semua missionaris diusir. Hal ini disebabkan karena kaum Kristen dianggap akan menggulingkan Shogun.

C. Politik Isolasi
Dengan adanya perlawanan gigih dari orang-orang Kristen menimbulkan rasa curiga di pihak Shogun terhadap semua perdagangan asing. Hal ini membuat Keluarga Shogun Tokugawa menjalankan politik isolasi terhadap dunia luar. Pada awalnya bangsa Spanyol an Portugis diijinkan untuk melakukan perdagangan. Tetapi lama-kelamaan bangsa-bangsa tersebut dicurigai membantu kaum Kristen yang memberontak. Maka, ada tahun 1640 Jepang melakukan politik isolasi dengan menutup diri terhadap dunia luar. Tetapi bangsa mepat perkecualian karena hanya memusatkan kegiatannya pada perdagangannya dan boleh berdagang di pulau Decima. Selain bangsa Belanda sering membantu Shogun Tokugawa menindas kaum Kristen yang membangkang.
Dengan politik isolasi tersebut, pemerintah feodal Tokugawa merasa yakin bahwa mereka dapat mencapa kedamaian di dalam maupun di luar wilayahnya. Dengan adanya politik isolasi, jaminan bagi rakyat untuk mencari nafkah menjadi aman. Ha ini terbukti bahwa kemakmuran bangsa Jepang selama politik isolasi juga Nampak lebih meningkat.
Semangat dan pengajaran Bakufu dapat membelokkan pikiran orang-orang Jepang ke masa lampau. Sejarah Jepang digali, disusun, sehingga demikian menimbulkan rasa cinta terhadap segala sesuatu pada bangsa Jepang. Kesusasteran berkembang baik, Shintoisme dihidupkan kembali. Hal yang terkhir ini membuat bangsa Jepang sadar kembali terhadap penghormatan kaisar sebagai kepala pemerintahan menjadi semakin tinggi.

D. Runtuhnya Kekuasaan Shogun
Pada awalnya pemerintahan Shogun dapat membuat kedamaian. Tetapi di balik itu pemerintahn Shogun mempraktekan pemerintahan dengan tangan besi dan untuk kepentingan rezimnya. Keluarga Tokugawa sebagai keluarga Shogun terakhir yang memerintah Jepang sebelum Restorasi mempunyai koordinasi sebagai berikut:
1. Shogun: sebagai pemimpin pemerintahan (kaisar hanya sebagai lambang saja).
2. Para Daimyo: sebagai pemerintahan Gubernur/ Provinsi.
3. Samurai-samurai: sebagai serdadu.
Semua Shogun Tokugawa berpegang pada tradisi kuno yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan Amaterasu Omokami dan disusun memerintah dengan tangan besi. Kaisar terakhir pada masa Tokugawa adalah Keiji sedangkan ibukota negaranya adalah Yedo. Kota tersebut merupakan pusat administrasi dengan segala hukum dan undang-undangnya yang akan menjamin supremasi bagi Shogun Tokugawa.
Pemerintahan Shogun selalu menentang aktifitas dan inisiatif dari setiap inidividu. Semua aktifitas diawasi oleh pemerintah Shogun. Pada pertengahan abad ke-19 bagian kedua pemerintah Shogun menghadapi keruntuhan.

Minggu, 26 April 2009


sellllllllllllaaaaaaaaaaaaaammmmmmmmmmmmmaaaaatttttttttt ddddddddddddaaaaaaaaaaaaattttttttaaaaaaaaaannnnnnnnnnnggggggggggggg